THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Kamis, 20 November 2008

kisah sedih

Menjadi Guru Ngaji Setelah 20 Tahun Jadi PSK

Tidak terbersit niat di hati Suparmi untuk menjadi PSK. Karena desakan ekonomi, janda cerai beranak empat ini terpaksa menjadi PSK di Tretes Pasuruan. Kini, 20 tahun setelah menjadi PSK, ia tobat dan mengajarkan ilmu agama di Lokalisasi Putat Jaya, Surabaya.

_________________

Tak Siap Mati Sebelum Bertobat
SURABAYA-Suparmi tidak menutup mata jika dunia prostitusi yang dijalaninya selama 20 tahun penuh dengan dosa. Ketika tekad muncul, dunia hitam itu diubahnya menjadi putih dengan menularkan ilmu agama di lingkungan lokalisasi Putat Jaya Surabaya.

Kondisi kekurangan membawa Suparmi ke dalam dunia gelap. Saat itu tahun 1987 dan usianya menginjak 33 tahun. Suparmi meninggalkan kampungnya di Jepara, Jawa Tengah, dengan status janda cerai beranak empat.

Tujuannya adalah daerah Tretes, Pasuruan. Kabar yang diterima Suparmi, di daerah berhawa dingin itu dia bisa dengan mudah mengeruk rupiah, tanpa harus memeras keringat. Pekerjaan pun digelutinya, sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).

Kecantikan wajahnya tak menyulitkan Suparmi beradaptasi di lingkungan baru itu. Hanya dalam sekejap, perempuan kelahiran 1955 itu dikenal di kawasan prostitusi Tretes. Dan itu berarti rupiah mengalir deras ke kantongnya.

Namun sepak terjang Suparmi di Tretes hanya berlangsung tiga tahun. Sekitar 1990, Suparmi mencoba peruntungan di daerah prostitusi Dolly Surabaya. Maklum saat itu bisnis prostitusi di Dolly cukup ternama, menjadi idaman para kupu-kupu malam.

Namun nasib belum memihak Suparmi. Setahun setelah di Dolly, kawasan ini menjadi sepi seiring merebaknya isu HIV/AIDS yang diidap salah satu PSK. Sekitar 1993 Suparmi pun angkat koper ke lokalisasi Jarak, Putat Jaya, yang berdekatan dengan Dolly.

“Memang kalau dilihat tingkatannya, Dolly istilahnya kelas kakap, Jarak kelas Teri. Tapi untuk masalah penghasilan, Jarak lebih banyak karena bisa tawar-menawar sendiri. Sedangkan di Dolly, tarifnya ditentukan dan harus dibagi dengan mucikari,” ungkap Suparmi saat ditemui di rumah kontrakannya di daerah Putat Jaya Sabtu, (6/9).

Di lokalisasi Jarak inilah perjalanan hidupnya benar-benar dimulai. Tak hanya kenikmatan dan materi saja yang didapat, Suparmi juga merasakan kerasnya hidup.

Selain cacian yang menjadi makanan sehari-hari, perempuan berkacamata ini tak jarang juga menjadi sasaran luapan kekesalan pelanggannya.

Pernah suatu ketika Suparmi dipukul dan ditendang oleh pelanggan hanya karena masalah remeh. “Biasalah orang mabuk. Persoalan kecil bikin marah. Saat dia akan memukul, saya menghindar, eh malah kena kakinya sampai saya pingsan dan saya dilarikan ke RS Bhayangkara. Saat itu kelopak mata saya harus dijahit dengan delapan jahitan,” cerita perempuan hitam manis ini.

Sebenarnya Suparmi sudah tahu risiko yang harus dijalani ketika masuk dunia itu. Dia juga sadar yang dilakukannya itu dosa. Apalagi dia pernah mengenyam Pendidikan Guru Agama (PGA). Paling tidak, dasar agama sudah dia miliki.

Suparmi masih ingat betul nasihat mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Suparjo Rustam yang sempat ditemuinya sekitar tahun 1988 ketika mengunjungi lokalisasi Tretes. Saat itu Suparjo mengingatkannnya agar bertanya pada diri sendiri apakah pekerjaan yang dilakoninya itu baik. Dari situ Suparmi kemudian bertekad untuk berhenti dari pekerjaan ini setelah tujuannnya terwujud.

“Tekad saya cuma satu, anak-anak saya harus sekolah semua. Setelah mereka tamat, saya harus keluar. Karena itu setiap malam sebelum tidur saya minta kepada Tuhan agar besok saya masih diberi hidup. Jangan mati dulu sebelum saya tobat,” kata Suparmi.

Memang, lanjutnya, doa itu diucapkan tidak dalam posisi beribadah karena menurutnya ibadah yang dilakukan di sela perbuatan mesum sama saja melecehkan agama. “Saya sadar pekerjanan ini tak diridhoi, jadi saya harus tobat,” katanya.

Jalan tobat akhirnya datang. Tahun 2000 Suparmi dinikahi seorang pria. Merasa harus menghormati suami, Suparmi lalu meninggalkan pekerjaannya. Awalnya, hal itu dirasa sangat sulit. Jika sebelumnya dia bisa mengantongi uang dengan mudah, kini harus menunggu jatah suami. Apalagi sang suami tidak rutin datang kepadanya.

Ia mengaku sempat terbersit untuk kembali ke lingkungan prostitusi. Apalagi ajakan temannya cukup kuat ketika melihat kondisi Suparmi yang saat itu serba kekurangan. Namun Suparmi tetap kukuh dengan pilihannya.

0 komentar: